Monday, March 3, 2008

Biografi

MUHAMMAD YULIAN MA'MUN


Aku lahir di Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin Jum'at pagi tanggal 24 Juli 1987. Masa kecilku dihabiskan di kelurahan Sungai Lulut, kawasan pinggiran sungai sebelah paling timur Kota Banjarmasin. Meski tinggal di 'pelosok kampung', aku sekolah di SD Negeri Kebun Bunga 6 yang berdekatan dengan kampus Institut Agama Islam Negeri Antasari--tempat Ayahku mengajar. Wajar saja jika aku sering terlambat datang ke sekolah sebab jarak yang lumayan jauh antara rumah dan sekolah. Prestasiku selama di SD ini bisa dibilang lumayan. Meski hanya sekali-dua kali rangking satu, tapi nilai rapor tidak jauh dari 3 besar. Hanyasaja aku mudah sekali menangis hingga selalu jadi bulan-bulanan ejekan teman-teman. Dasar cengeng!

Namun itu semua berubah sejak lulus SD akhir 1999, karena aku dikirim merantau ke kota Amuntai di Kabupaten Hulu Sungai Utara (200 km sebelah utara Banjarmasin). Kalau boleh berbangga, nilai NEM-ku waktu itu pantas untuk masuk SMP favorit. Tapi kedua orang tuaku berpikiran lain, aku harus diberikan pendidikan agama di pesantren untuk membentengi dari dampak era globalisasi. Akhirnya tiga tahun berlalu di Madrasah Tsanawiyah Normal Islam Putra, Amuntai, yang memiliki sistem asrama di bawah Pesantren legendaris 'Rasyidiyah Khalidiyah'.

Lulus SLTP aku kembali bertualang, kali ini menyeberang laut Jawa. Aku menemukan sebuah 'perguruan shaolin' di pedalaman kabupaten Ponorogo. Aku menjadi bagian dari keluarga Pondok Modern Gontor yang sarat sejarah. 24 jam para santri digembleng untuk menjadi ustadz serba bisa; pemimpin-guru-intelek-seniman-orator-kreatif-gaul dan masih sejuta kemungkinan yang bisa terjadi sesuai dengan kondisi mental dan kejiwaan para santri. Trio pimpinan pesantren (K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, K.H. Hasan Abdullah Sahal & Almarhum K.H. Imam Badri) tidak tunduk kepada siapapun kecuali Allah SWT Sang Pemilik Dunia. Dan terbukti, Allah menundukkan dunia kepada mereka!

Akhir 2006 adalah tahun terakhirku menjadi santri. Setelah lulus, alumni pondok ini disebar ke seluruh penjuru Indonesia untuk berjuang di tengah masyarakat. Sedangkan aku diberi kesempatan untuk melatih diri sebagai guru di Gontor, di almamaterku sendiri. Entah apa yang ada di kepala para Asatidz saat menentukan pengabdianku di pondok ini. Aku merasa aneh harus bersikap lebih dewasa dan bijak. Tapi bagaimanapun aku tetap bersyukur, sebab inilah suratan takdir yang ditentukan Allah hingga tahun 2007 aku kembali melancong. Kali ini lebih jauh; kota nan abadi Cairo di benua hitam Afrika untuk kembali maha-santri di salah satu kiblat para pemuda muslim dunia, Universitas Al Azhar.

5 comments:

alrisjualan said...

wah mantap. selamat belajar. pengen ke Amuntain belum kesampaian baru sampai Kelua.
http://pakosu.wordpress.com/

Indonesian Cuisine said...

ooh urang asal banjar jua kah pian.. *masih ingat bahasa banjar?* xixixixi

alamat blognya 'sambal acan'.. wkwkwkwkwkwk

mega ayu fitrian said...

Salam,,
umm,,kakak orang banjarmasin juga iaa.??salam kenal,,

Revolution said...

tau blognya karena terbit di B.Post hari ini. artikelnya bagus2. dan ternyata orang banjarmasin, pernah sekolah di amuntai lagi.

tetap berjuang ya di kairo sana, semoga studinya bisa cepat rampung. amin.

Abdul Wah1d Mushawwir said...

mum oleh olehnya lah dari Cairo :) laa tansa ya ammu :D