Thursday, August 27, 2009

Mereka Juga Berpuasa

Banyak orang yang mengeluh saat berpuasa. Cuaca yang panas, banyak pekerjaan, sibuk, dll. Padahal bagi yang kita hidup di negara mayoritas Muslim, ujian puasa kita masih belum seberapa dengan mereka yang berada di luar negeri, di mana Muslim menjadi minoritas. Apalagi yang berprofesi sebagai pesepakbola. Jadwal yang begitu padat dan juga badan yang harus selalu fit menjadi ujian jika nekat berpuasa. Namun hebatnya banyak pemain bola yang tetap berpuasa di saat kompetisi begitu padatnya. Siapa sajakah mereka?

Berikut tulisan yang aku cubit dari blog Luzman Rifqi Karami, sahabat asal Bandung yang juga Interisti sejati serta Bobotoh Persib.
***

1. Sulley Ali Muntari (Inter)
Pemain asal Ghana ini terkenal sebagai Muslim yang taat. Setiap mencetak gol ia selalu melakukan selebrasi sujud syukur. Ibadah puasa pun tetap ia jalani termasuk saat Inter ditahan Bari 1-1. (23/8) Hal yang membuat Mourinho mengganti Muntari dengan Balotelli pada pertengahan babak pertama. Muntari terlihat sangat kelelahan. Mungkin fisiknya masih belum terbiasa menjalankan puasa sambil bertanding.

"Muntari punya masalah fisik karena berpuasa, mungkin cuaca panas ini tak memungkinannya berpuasa sambil bertanding," ujar Mourinho.


2. Mahammadou Diarra, Lassana Diarra, Karim Benzema (Madrid)

Bintang Real Madrid Lassana Diarra, Mahamadou Diarra dan Karim Benzema tidak melupakan kewajiban menjalankan ibadah puasa. Menurut harian AS, meski berpuasa mereka tetap serius menjalani program latihan.


Klub juga memberi dukungan bagi para pemainnya yang menjalani puasa. Dokter tim telah mendesain program sedemikian rupa sehingga pemain yang berpuasa tidak mengalami dehidrasi karena cuaca yang panas di Spanyol.


Program latihan itu juga tidak membuat mereka menjadi lemah atau mengalami cedera. Hanya, mereka akan mengalami penurunan berat badan. Menurut dokter tim hal tersebut masih normal karena mereka tengah berpuasa.


Bulan puasa juga tidak berpengaruh besar pada kompetisi Primera Liga Spanyol. Selama bulan suci bagi umat Islam itu, Madrid hanya menjalani tiga pertandingan melawan Deportivo la Coruna, Espanyol dan Xerez.


Hebatnya walaupun sedang berpuasa mereka bertiga tampil apik dalam laga persahabatan bertajuk Trofeo Santiago Bernabeu menghadapi Rosenborg (25/8). Dalam pertandingan yang berkesudahan 4-0 untuk Madrid itu Lass mencetak 1 gol, dan Benzema bahkan sanggup mencetak 2 gol. Terbukti puasa tidak menjadi halangan bagi mereka.



3. Fredrick Kanoute (Sevilla)

Striker Sevilla Freddie Kanoute menilai ibadah puasa di bulan Ramadhan tak menghalanginya untuk beraktifitas dan bermain sepakbola. "Kadang memang terasa berat tetap berpuasa karena di Spanyol bagian selatan sangat panas, tapi, Alhamdulillah, aku bisa terus melakukannya."

"Banyak sekali pesepakbola muslim yang tak banyak orang tahu di Inggris, Spanyol, Prancis atau kompetisi di negara lain. Tapi menjaga keyakinan dan berpuasa Ramadhan adalah bukanlah sesuatu yang harus diungkapkan kepada dunia," jelas Kanoute.

"Secara pribadi, menjalankan tuntunan agama membantuku dalam bersepakbola dan sepakbola juga ikut membantuku tetap sehat dan menguatkanku. Tak ada konflik karena orang yang tahu tentang Islam, mereka tahu bahwa ibadah puasa itu malah menguatkan mereka yang menjalaninya, dan tidak malah melemahkan kaum Muslim."

4. Abdelkader Ghezzal (Siena)
Striker Siena asal Aljazair, Abdelkader Ghezzal, memilih untuk berpuasa hanya pada hari-hari istirahatnya. Musim panas di Italia saat ini mencapai temperatur 40 derajat celcius. Apalagi kompetisi Serie A baru dimulai. Kekuatan fisik dan naluri kompetitif sangat dibutuhkan untuk awal musim seperti ini. "Aku memilih berpuasa pada hari istirahat, saat tak ada pertandingan atau latihan," ujar Ghezzal kepada AFP. "Aku selalu menjalankan ibadah Ramadan, tapi aku harus mengubah kebiasaan itu demi alasan kesehatan sejak tahun pertama menjadi pemain profesional." "Aku pernah berpuasa saat membela Crotone, tapi setelah dua pekan, aku merasa sakit dan terpaksa menghentikannya."

Ghezzal mengungkapkan, tak semua pemain memilih cara yang sama seperti dirinya. Bekas rekan setim yang kini membela Genoa, Houssine Kharja, tetap berpuasa kecuali pada hari pertandingan.


"Kharja, rekan setimku di Siena musim lalu yang sekarang di Genoa, berpuasa secara penuh, kecuali pada hari pertandingan," ujarnya.


5. Eric Abidal, Seydou Keita, Yaya Toure (Barcelona)

Ketiga pemain Barcelona ini kompak menyatakan menunda sebagian puasanya. Setiap dua hari sebelum pertandingan, mereka memutuskan tidak berpuasa.


“Itu pilihan logis bagi kami karena kami tak ingin tampil seadanya untuk Pep Guardiola. Kami tidak akan berpuasa dua hari menjelang pertandingan. Selebihnya kami akan berpuasa seperti biasa,” ucap Keita.

Selain sibuk berlatih bersama skuad El Barca mereka sudah siap dengan kesibukan lain bersama komunitas Muslim di Catalonia. Selama Ramadhan ini mereka akan mengadakan buka puasa bersama dengan kaum muslim, terutama yang hidupnya kurang beruntung.

***
Contoh yang luar biasa dari para pebola. Mungkin bisa menambah semangat kita dalam menjalani shaum di bulan Ramadhan ini. Puasa jangan pernah dijadikan halangan untuk beraktifitas. Ramadhan Kariem; Kullu 'Am wa Antum Thayyibun

sumber: Goal.com
& Harian Tribun Jabar

Thursday, August 20, 2009

Bus Lenyap dari Jalanan Cairo

Sejak Selasa, (18/08) bus kota seakan 'menghilang' dari kota Cairo. Para sopir, kondektur dan mekanik di 14 dari 19 terminal pusat bus pemerintah di provinsi Cairo dan Giza melakukan aksi mogok menuntut perbaikan kondisi kerja. Masyarakat pun harus rela menjejali bus-bus mini yang dikelola swasta meski dengan tarif lebih tinggi dari bus pemerintah.

Pemerintah langsung merespon dengan menawarkan kenaikan gaji sebesar 8% dan pembebasan dari pungutan lalu lintas. Selain itu sopir dan kondektur juga mendapat tunjangan makan sebanyak 120 Pound Mesir per bulannya ditambah kompensasi kesehatan.


Para pengunjuk rasa akhirnya menerima poin-poin yang ditawarkan. Transportasi publik diperkirakan akan berangsur pulih Kamis ini (20/08).


Salah satu tuntutan yang diminta para sopir adalah penghapusan pungutan lalu lintas dari polisi.

"Denda lalu lintas benar-benar membuat kami tidak tahan," ujar Dossuki Abdul Basset, sopir bus di stasiun bus Mustaqbal, Nasr City kepada surat kabar Al Masry Al Youm. Sekitar 100 bus dan 700 pekerja bernaung di stasiun ini. Menurut Dossuki, denda yang diterimanya dua kali lipat dari penghasilannya perbulan.

Para sopir juga mengeluhkan kondisi bus yang sudah tidak layak pakai. Padahal pendapatan harian sudah mereka dipotong untuk biaya perbaikan, namun kondisi bus tidak mengalami perubahan.

Aksi serupa pernah tahun 2007 silam. Namun saat itu jumlah sopir yang melakukan mogok kerja hanya sebagian kecil saja.

Sumber: Al Masry Al Youm, 19 Agustus 2009

Ikrar Sumpah yang Sakral dan 'Mantra' Keramat


“MAN JADDA WAJADA!!!” Teriak laki-laki muda bertubuh kurus itu lantang. Telunjuknya lurus teracung tinggi ke udara, suaranya menggelegar, sorot matanya berkilat-kilat menikam kami satu persatu. Wajah serius, alisnya hampir bertemu dan otot gerahamnya bertonjolan, seakan mengerahkan segenap tenaga dalamnya untuk menaklukkan jiwa kami. Sungguh mengingatkan aku kepada karakter tokoh sakti mandraguna di film layar tancap keliling di kampungku, persembahan dari Departemen Penerangan waktu itu.

Man jadda waja: sepotong kata asing ini bak mantera ajaib yang ampuh bekerja. Dalam hitungan beberapa helaan napas saja, kami bagai tersengat ribuan tawon. Kami, tiga puluh anak tanggung, menjerit balik, tidak mau kalah kencang.

“Man jadda wajada! “


Berkali-kali, berulang-ulang, sampai tenggorokanku panas dan suara serak. Hingar bingar ini berdesibel tinggi. Telingaku panas dan berdenging-denging sementara wajah kami merah padam memporsir tenaga. Kaca jendela yang tipis sampai bergetar-getar di sebelahku. Bahkan, meja kayuku pun berkilat-kilat basah, kuyup oleh air liur yang ikut berloncatan setiap berteriak lantang.


Tapi kami tahu, mata laki-laki kurus yang energik ini tidak dimuati aura jahat sama sekali. Sebaliknya, dia dengan royal membagi energi positif yang sangat besar dan meletup-letup. Kami tersengat dan menikmatinya. Sumbu kecil kami terpercik api, mulai terbakar, membesar, dan terang! Kami bagai lilin kecil yang baru dinyalakan.
Dengan wajah berseri-seri dan senyum sepuluh centi menyilang di wajahnya, laki-laki ini hilir mudik di antara bangku-bangku murid barunya, mengulang-ulang mantera ajaib ini di depan kami bertiga puluh. Setiap dia berteriak, kami menyalak balik dengan kata yang sama, man jadda wajada.

Mantera ajaib berbahasa Arab ini bermakna ringkas tapi tegas:
”Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil”.

Laki-laki ramping ini adalah Ustad Salman, wali kelasku. Rambutnya ikal dipotong pendek, jambangnya dibiarkan agak pajang. Wajahnya lonjong kurus, sebagian besar dikuasai keningnya yang lebar. Alisnya yang tebal datar menaungi sepasang bola matanya yang lincah dan memancarkan sinar kecerdasan. Dagunya ditumbuhi jenggot yang dipangkas rapi. Kaki dan tangannya yang panjang gesit bergerak ke setiap sudut kelas. Sebuah dasi berwarna merah tua terikat rapi di leher kemeja putihnya yang licin. Kedua lengan bajunya lebar dan berkibar-kibar setiap dia melenggangkan tangan dengan cepat. Lipatan celana hitamnya berujung tajam seperti baru saja disetrika. Sepatu hitam bertalinya mempunyai sol tebal dan selalu berdekak-dekak setiap dia berjalan di ubin kelas kami.

Selain kelas kami, ada sekitar puluhan kelas lain yang bernasib sama. Masing-masing dikomandoi seorang kondaktur yang energik. Sang kondaktur menyalakkan “manjadda wajada” dengan penuh otoritas sehingga membuat para subjeknya tergugah dan menjerit kencang. Hampir satu jam non stop, kalimat ini bersahut-sahutan dan bertalu-talu. Koor ini bergelombang seperti guruh di musim hujan, menyesaki udara pagi di sebuah desa terpencil di udik Ponorogo.
Inilah pelajaran hari pertama kami di PM. Kata mutiara sederhana yang sangat kuat yang terus menjadi kompas kehidupan kami kelak.

***

Kisah di atas adalah potongan dari novel "Negeri 5 Menara" yang diterbitkan Gramedia. Aku memang belum membaca/ membeli karya tulis A. Fuadi, seniorku di Pondok Modern Gontor. Seperti yang dicuplik dari situs resminya, salah satu pesan utama novel ini adalah "man jadda wajada" sebuah pepatah Arab yang berarti "siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses". Pengalaman para tokoh di novel ini mengajarkan mereka bahwa apa pun mungkin diraih selama didukung usaha dan doa.

Nilai plus lagi, latar belakang pesantren tempat Alif, si tokoh utama terinspirasi dari Pondok Gontor walau dengan nama berbeda (Pondok Madani alias P.M.). Dari cuplikan diatas, aku sudah bisa mereka-reka kejadian yang dialami Alif dan kawan-kawan. Sedikit menguak romantisme masa lalu, he... he... he.... Enam tahun silam aku, sekerat pengalaman Alif tadi juga kualami dengan deskripsi yang hampir-hampir mirip.

Trus Hubungannya apa dengan keadaanku saat ini? Tentu saja berkaitan erat, sebab tadi malam (19/ 08) aku baru saja dilantik sebagai ketua IKPM Cab. Kairo. Dalam acara yang berbarengan dengan tarhib Ramadhan tersebut aku dan teman-teman seperjuangan dalam Dewan Pengurus mengucapkan ikrar sakral yang akan dipertanggungja
wabkan di hadapan Ilahi Rabbi di akhirat kelak. Cukup berat memang. Apalagi pengalamanku sebagai belum teruji betul menakhodai biduk organisasi.

Tapi jangan khawatir, selama masih ada "man jadda wajada" semua bukan hanya mimpi!
Rumus "man jadda wajada" sudah teruji di jagat raya ini. Ribuan orang sukses dan berhasil karena dirasuki spirit "man jadda wajada". Mantra ajaib ini akan terus melantang sanubari kami.

Cuplikan cerita dan Gambar dicubit dari: http://www.negeri5menara.com


Monday, August 10, 2009

Bukan Karena Garis Tangan


Sudah masuk dini hari
dan purnama bercakap dengan kelelawar
dan pagelaran masih berlanjut
dan pemirsa masih setia

Aku melirik pada teman baikku; seorang sutradara kenamaan
Bahasa tubuhnya menyuruhku bungkam
Tak ada pilihan lain selain duduk manis, menonton dongeng antah-berantah ini
Orang-orang sekelilingku manggut-manggut, walau aku masih henyak
Rahasia Tuhan bermain di sini

Tak kuasa selisik jawabnya
Bahkan teman baikku tadi; seorang sutradara kenamaan


Ditulis pukul setengah empat pagi tanggal 11 Agustus 2007
Buat trio sholeh: "Seribu masalah menghadang, tapi masih ada seribu satu pemecahan"



Monday, August 3, 2009

Rebiya Kadeer Hadiri Festival Film Australia

Rebiya Kadeer

Rebiya Kadeer direncanakan hadir dalam Festival Film Melbourne di Australia, awal Agustus ini. Kedatangan tokoh etnis Uighur ini dalam rangka pemutaran film dokumenter "The 10 Conditions of Love" besutan sutradara Australia, Jeff Daniels yang mengangkat kisahnya. Kedatangan wanita kelahiran Xinjaing, 21 Januari 1947 ini sempat menyulut reaksi keras dari pemerintah Cina. Empat sineas Cina yang mengikuti acara ini juga menarik film yang mereka ikutsertakan sebagai wujud protes terhadap film Rebiya.

Sebelum bertolak ke Negeri Kanguru, Kadeer melakukan kunjungan ke Jepang (29/06) dalam rangka memperjuangkan nasib etnis Uighur dan kemerdekaan bagi etnis minoritas Muslim di negara Cina. Ia berharap agar semua orang tahu bahwa ada banyak etnis Uighur tewas dan tertangkap.

Kadeer adalah seorang pebisnis perempuan ternama dari kalangan etnis Uighur. Ia juga seorang aktivis kemerdekaan Uighur serta menjabat sebagai Presiden World Uyghur Congress sejak November 2006.

Tahun 1976 ia membuka bisnis laundry dan menikah untuk kedua kalinya dengan Sidik Rouzi, seorang asisten profesor dan pindah ke Urumqi, ibukota provinsi Xinjiang. Ia kemudian mengembangkan bisnisnya dan menjadi salah satu dari tujuh orang terkaya di Cina. Perusahannya beroperasi di Cina, Rusia, dan Kazakhstan. Ia memiliki sejumlah proyek kemanusiaan di antaranya 1.000 Families Mothers Project yang membantu perempuan etnis Uighur memulai bisnis sendiri.

Wanita yang dua kali masuk nominasi peraih Nobel ini sempat mendekam di penjara Cina (1999-2005) sebelum diasingkan ke Amerika Serikat.

Nama Kadeer kembali mencuat akhir-akhir ini seiring terjadinya Kerusuhan Urumqi, Juli 2009. Tragedi ini pecah pada tanggal 5 Juli 2009, di Urumqi antara etnis muslim Uighur dan Han. Korban meninggal mencapai angka 200 jiwa.

Sumber: Al Jazeera & Tribun Timur