Ruangan perpustakaan fakultas Ushuluddin tidak senyap seperti biasanya. Kali ini agak ramai. Ada beberapa mahasiswa yang sudah lulus duduk antri di depan meja ustadz Gamal. Mereka adalah mahasiswa yang sedang mengurus ijazah, termasuk saya. Masing-masing menunggu namanya dipanggil.
Di hadapan saya terdapat seorang pria seusia saya. Mahasiswa juga tentunya. Wajah peranakan arab dengan berjenggot lebat menjalar dari cambang hingga dagu. Mirip sarang tawon, demikian saya membatin.
“Mana paspor kamu?” ustadz Gamal mengulurkan tangan kanan dengan telapak hadap ke atas. Jari telunjuknya bergerak-gerak dari depan ke belakang. Sebuah isyarat untuk meminta.
Ooo, ternyata si empunya sarang tawon adalah mahasiswa asing (non-Mesir). Mungkin dari negara Arab lain. Sebuah buku tipis seukuran dompet dia keluarkan, tentu sebuah paspor. Tapi berbeda dengan warna sampul paspor dari negara lain yang hanya pakai satu warna (biru tua, merah atau hijau seperti Indonesia), punya si jenggot memiliki tiga warna sekaligus; merah, hitam dan hijau.