Monday, December 31, 2012

Kesetaraan dan Keadilan


Gambar di sebelah kanan: keadilan. Gambar di sebelah kiri: kesetaraan. Kesetaraan belum tentu membawa keadilan. Keadilan lebih penting daripada kesetaraan.

Sumber: Facebook Asosiasi Pengacara Seluruh Mesir

Friday, December 28, 2012

Memuja Rok Mini?


Fatih Terim
 
 "Statistics are like mini-skirts, they don't reveal everything."
"Statistik seperti rok mini. Masih ada hal yang tidak terungkap"

Fatih Terim, pelatih Galatasaray (Turki) membikin perumpamaan saat ditanya mengenai rekor kandang mereka yang buruk. Saat itu Galatasaray akan menghadapi CFRCluj di Liga Champions Eropa.  

Statistik sering dijadikan patokan, padahal semua bisa terjadi di lapangan. Permerintah kita sering mengagung-agungkan statistik yang memuja ekonomi dan demokrasi Indonesia. Padahal....

Thursday, December 27, 2012

Habibie & Ainun: Cinta Sejati Sang Jenius

 
Anak-anak yang tumbuh di era 90an seperti saya, menganggap Habibie adalah sebuah  profesi. Tak heran kami dulu tanpa malu-malu berucap, “cita-cita saya jadi Habibie”. Pokoknya, definisi Habibie adalah: insinyur pembuat pesawat. Begitulah.

Yang masih saya ingat jika melihat Pak Habibie di televisi adalah gaya jalannya yang unik, mata yang melotot kalau bicara dan istilah-istilah berbau cerdas seperti “canggih”, “strategis”  atau “tekhnologi” (dengan penekanan saat menyebutkan aksara ‘kh’. Agak seret di tenggorokan).

Pertama kali saya melihat Pak Habibie secara langsung adalah tahun 2011. Saat itu beliau diundang pemerintah Mesir untuk bertukar pikiran tentang reformasi di Indonesia. Saat itu Mesir dan negara Arab lainnya baru memasuki era baru perpolitikan (Arabic Spring). Dari jarak 10 meter—mungkin lebih—saya dan masyarakat Indonesia di Kairo berdesak-desakan di bagian belakang aula Azhar Convention Center. Mungkin hampir dua jam saya berdiri karena tidak dapat tempat duduk.

Saat itu, beliau sempat menyinggung cintanya yang amat mendalam terhadap istrinya, Ibu Hasri Ainun Habibie. Katanya, beliau sempat hampir kehilangan arah beberapa waktu setelah Ibu Ainun wafat. Sebagai solusinya, beliau menulis buku memoar yang berjudul segala kenangan dan suka duka mereka berdua. Buku berjudul Habibie & Ainun ini kemudian diangkat menjadi film dengan judul yang sama.

Banyak ibu-ibu muda hingga setengah baya yang menonton bersama saya. Sudah tentu, mereka sudah menyaksikan langsung sepak terjang Pak Habibie di negeri ini. Adapun mereka yang membawa anak yang masih kecil, tentu ingin mengenalkan legenda hidup yang jadi kebanggaan bersama itu.

Sorot kamera menuju sebuah sekolah menengah—entah SMP atau SMA.  Sosok Habibie dan Ainun adalah dua bintang kelas. Tak heran teman-temannya menjodoh-jodohkan mereka berdua, biasalah anak remaja sekolahan. Dan keduanya hanya tersipu.

Adegan meloncat ke tahun 60an, Habibie muda sudah berada di Aachen, Jerman. Dengan percaya diri, dengan bahasa Jerman yang menurut saya fasih, dia mencorat-coret papan tulis dengan diagram dan rumus-rumus fisika ajaib. Para dosen di Studi Magister di Institut Konstruksi Ringan terpana. Sayang, karena masalah kesehatan, si jenius dari timur limbung.

Friday, December 21, 2012

Benci Tapi Rindu Kopaja



Jakarta, Medio Oktober 2012
Hari itu Minggu. Seperti lazimnya hari libur, jalanan Jakarta lenggang. Sambil ngobrol ringan saya bersama Ni’am menikmati rute sepanjang jalan Sudirman. Salah satu jalan protokol di ibukota itu tak segarang biasanya. Saya pun menggeber sepeda motor dengan santai, tidak lebih dari 40 km per jam.  Rencananya siang itu kami menghadiri resepsi perkawinan di Gedung Lemhanas di Jalan Kebon Sirih. Lumayan buat ‘tambah darah’ alias perbaikan gizi.

Begitu lewat patung Jenderal Sudirman di bilangan Dukuh Atas, sekonyong-konyong terdengar raungan mesin dari arah belakang. Sambil mengeluarkan deru yang gahar, dua mobil sport melaju kencang—saling balap membalap—di jalur cepat khusus mobil di sebelah kanan kami. Wajar saja karena jalan sedang sepi. Saya tidak tahu jelas mereknya apa, mungkin Porsche tipe 911 yang mesinnya berkapasitas lebih dari 3.000 cc itu. Konon katanya, sejak tahun 2010, lebih dari 400 mobil mewah asal Jerman ini laku di Indonesia.

Monday, December 17, 2012

12 Tahun Fair Play Paolo di Canio

Dua belas tahun silam, 16 Desember 2000. Liga Inggris.

Berawal dari serangan dari sisi kanan, aksi pemain West Ham membuat penjaga gawang Everton, Paul Gerrard terjatuh. Bola pun dikirim ke Paolo di Canio yang berpeluang menceploskan bola

ke gawang kosong. Alih-alih mencetak gol, penyerang asal Italia yang terkenal bengal ini malah menangkap bola dan meminta wasit menghentikan pertandingan.

Di Canio menunjukkan tindakan sportif atas cedera yang menimpa Gerrard. Hal ini membuat Di Canio diganjar Fair Play Award oleh FIFA tahun 2001. Padahal dua tahun sebelumnya, pria kelahiran 1968 ini mendapat sanksi 11 pertandingan dan denda 11.000 Poundsterling karena mendorong wasit hingga jatuh.
Manusia terjahat sekalipun tidak ada yang 100% buruk, pasti ada sisi baiknya. Begitu pula sebaliknya.

Wednesday, December 5, 2012

Masa Depan Cerah Timnas



Peluit bertiup dari mulut wasit asal Uzbekistan. Pertandingan berakhir. Dua gol yang bersarang di gawang Indonesia dalam jangka waktu di babak pertama tidak bisa dibalas sama sekali. Tuan rumah  Malaysia bersorai, sedangkan pemain dengan emblem garuda di dada tertunduk. Begitu pula jutaan rakyat Indonesia yang menonton dari siaran langsung. Kesebelasan garuda tersingkir dari Piala AFF 2012, tak bisa ditawar lagi.

Ini bukan kali pertama kita kalah dari tetangga yang sekaligus musuh bebuyutan itu. Tidak ada kekecewaan berlebih. Apalagi mengingat konflik seruwet benang kusut yang menggelayuti PSSI, timnas juga kena imbasnya.Toh dengan komposisi pemain ‘seadanya’, tim ini sempat menyiratkan secercah harapan.