Thursday, March 20, 2008

Pindah Kontrakan

Senin, 25 Februari 2008

Pukul 10 pagi….
‘asyra geneih kaman (sepuluh pound lagi)….”
Sambil geleng-geleng kepala supir taksi itu meminta tambahan ongkos. Total yang harus kami bayar adalah 30 pound. Barang kami yang menumpuk tak karuan membuat lelaki setengah baya ini bergidik.

Tanpa banyak cing-cong, aku dan Yunan segera masuk kedalam taksi, berbaur dengan barang-barang lainnya. Berebut tempat dengan monitor dan casing komputer, ransel, berjilid kitab turats serta koper-koper besar. Di atas atap masih ada kasur, meja belajar lipat dan peralatan dapur. Arwani dan Dayat akan mengangkut sisanya yang tidak terlalu berat dengan bus umum. Penghematan gitu lho.

Banyaknya bawaan yang harus diangkut dan jauhnya jarak, membuat kami memilih taksi untuk mengangkut barang-barang milik pribadi dan bersama. Jika menyewa pick-up, ongkosnya bisa mencapai 80 pound.

Keluarga besar el Tagammu’ el Awwal mengadakan imigrasi besar-besaran. Dari enam penghuni flat keramat di gedung 46A, aku termasuk empat orang yang pindah ke Nasr City, tepatnya Sakr el Koresh di H-10. Tiga lainnya adalah Yunan, Dayat dan Arwani. Mayoritas mahasiswa Asia Tenggara memang tinggal di NasrCity.

Rencananya kami mengisi flat yang dulu ditinggali Imam Turmudzi dan kawan-kawan. Dua penghuni lainnya sudah menentukan jalan hidup sendiri. Nuzul ke Gamie sedang Asep masih setia di Tagammu’ cuma pindah flat.

Pemilik flat sudah tidak bisa diajak kompromi soal harga sewa bulanan. Ini tidak bisa dikompromi lagi. Tak ada pilihan selain meninggalkan Tagammu’ di New Cairo. Meski jujur aku masih betah di sana.

Tidak seperti distrik H-10 yang rawan tindak kejahatan, Tagammu’ relatif aman. Tak terdengar penodongan atau cekaman teror seperti yang sering terjadi di H-10. Suasananya pun tak sekumuh Sakr el Koresh. Tagammu’ masih bisa dibilang kawasan elit. Dengan tenang kami juga bisa berangkat ke kampus tanpa berjibaku berebut bus seperti mahasiswa penghuni H-10 lainnya.

Tak ada gunanya menyesali masa lalu. Toh sudah berlalu. Sekarang saatnya menghadapi hidup baru…dengan keluarga lama.

Di depan Masjid Sakr el Koresh, barang-barang diturunkan. Aku naik ke lantai 4, di mana flat baru kami berada. Semenit…dua menit…tak ada jawaban. Kupencet bel berkali-kali. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Yunan segera menghubungi nomor ponsel Imam. Celakanya, tak ada jawaban. HPnya tidak aktif!

Benar-benar gawat. kami berdua terlantar di depan bangunan bak gelandangan tanpa rumah. Dikelilingi segala macam benda. Satu-satunya harapan hanya menunggu Dayat dan Arwani. Setengah jam kemudian, Dayat dan Arwani tiba. Mereka tak dapat menyembunyikan rasa terkejut melihat keadaan kami di pinggir jalan.

Sebelum Aku dan Yunan beranjak kembali ke Tagammu’, dari jauh terdengar teriakan. Sesosok lelaki kurus bergegas menghampiri kami. Tampangnya sudah amat kukenal dan kami tunggu-tunggu. Imam Turmudzi…! Seolah tanpa dosa dia datang sambil tersenyum.
“Udah lama nunggu ya? Sorry, ana dari warnet. Biasa chatting…”

Kebangetan nih orang….dia enak-enakan berselancar di dunia maya, tak tahu penderitaan kami yang sudah lelah setengah mati, masih ditelantarkan pula….

*Ditulis tiga hari kemudian, di flat baru, jam 9 lebih 53 menit. Setelah acara kumpul-kumpul di sekretariat PCINU.

No comments: