Thursday, March 20, 2008

Tur Alexandria

Guyuran air hangat di sekujur tubuh membuatku seakan hidup kembali. Sudah beberapa hari aku tidak mandi. Bukan karena aku bermental kambing atau tidak menjaga kebersihan badan. Musim dingin menjadikan air di kamar mandi seperti benda yang menakutkan. Apalagi penghangat air di flatku tidak berfungsi. Kami serumah harus merebus air dulu sebelum mandi. Cukup merepotkan jika harus mandi tiap hari, gas untuk memasak jadi cepat habis. Rata-rata aku dan orang serumah di Tagammu' hanya mandi seminggu sekali atau mimpi "byur-byur".
Paling tidak ada dua keuntungan bermalam di flat Imam. Pertama tidak terlambat ke IKPM pagi ini. Kedua, bisa mandi air hangat... he he he.

07.45, bus berangkat.
Lewat kubri (jalan layang) adalah pilihan paling bijak yang harus diambil sopir untuk menghindari macet. Dalam setengah jam dari Nasr City, Giza akan dapat dicapai tanpa halangan berarti. Beda jika mengambil jalan kota, perjalanan bisa ditempuh dalam waktu dua kali lipatnya!

Kebetulan aku dan Sobat Kuliner duduk berdampingan dalam bus. Sambil mendengarkan dendang lagu dari ponsel Nokia Communicator miliknya, terlihat keramaian Kairo dari atas kubri. Pemandangan Ramsis, stasiun metro Ghamra, kantor pusat koran el Gomhuria dan Akhbar el Yoom, Suq Wikalah, Tahrir beserta sungai Nil, rumah sakit Qibti dan gereja-gereja Koptik yang menebar nuansa mistis.


Tak lama kami sudah masuk propinsi Giza. Panorama pencakar langit yang tadi terlihat dari kubri berganti dengan ladang-ladang sayuran. Di sebelah kiri jalan, bangunan legendaris piramid ada di kejauhan. Kapan-kapan aku akan berkunjung ke sana. Tinggal di Mesir tak lengkap tanpa melihat piramid langsung dengan mata kepala sendiri sekaligus berfoto di sana.

Dua jam kemudian....
Bus melaju lurus membelah jalan tol. Samping kanan kiri hanya terlihat padang pasir gersang.

Azan Zhuhur.
Debur laut Mediterania menyambut kedatangan kami di bibir pantai. Di sisi lain Benteng Qit Bey berdiri kokoh menantang tamparan ombak. Desir angin laut dan hempasan gelombang seolah menceritakan epos maharaja Macedonia penakluk dunia yang mendirikan kota ini. Alexander the Great yang juga disebutkan dalam Al Qur’an sebagai Iskandar Dzulqarnain telah membentangkan kuasanya dari ujung barat ke pojok timur bumi.
Terlihat beberapa pasang anak manusia berbeda jenis berpelukan mesra disaksikan riak buih air laut. Seperti adegan sinetron saja.

Aiman, warga setempat yang aku ajak ngobrol menjelaskan bahwa hari Valentine seperti ini memang ajang pasangan yang memadu kasih di pantai Alexandria.
“Yoom ‘ied el hubb,” kata remaja kelas 2 tsanawy (setingkat 2 SMA) ini menyebut istilah yang dipakai muda-mudi Mesir menyebut Valentine Day.

15.30
Dinding batu berukir aksara-aksara dunia; latin, arab, hindi, baltik, greek, katakana, babilonia, hierogliph menghiasi bagian luar Bibliotheca Alexandrina—Perpustakaan Alexandria. Di pekarangan gedung berdesain kontemporer dengan sudut-sudut sederhana tanpa ornamen njelimet ini terdapat patung kepala Alexander the Great.

Tak salah jika perpustakaan ini disebut salah satu perpustakaan terbesar di dunia. Ratusan ribu buku dan lembar manuskrip tersimpan rapi di rak-raknya yang berdesain futuristik dengan lampu-lampu neon flourecent.

Di ruang baca, komputer-komputer akan menolong pengunjung mencari referensi yang diinginkan. Tinggal ketik kata kunci lalu klik beberapa kali, maka semua data akan terpampang di monitor. Cuma sekedar menonton video dokumenter atau film sejarah juga tak masalah. Pihak perpustakaan tetap welcome. Lebih canggih dari Perpustakaan ISID lho….

17.00, Montaza Park
Akhirnya terbukti kelompok kami, Ma’alisy—Mahasiswa Kholash Tob’an Kkuwaisy—adalah grup adventurer terfavorit. Tak sia-sia kami bertujuh menjelma jadi kumpulan orang edan. Bukan nomor satu memang. Gelar terbaik direngkuh salah satu tim cewek yang memang lebih unggul dalam presentasi dan laporan perjalanan Cairo Adventure.

Status ini disematkan di taman sebelah utara Istana Montaza, tempat menginap tamu-tamu kehormatan negara. Sambal pedas buatan Darussalam Catering tak sanggup menghangatkan suasana akibat terpaan angin laut yang mulai dingin.

Bergegas aku masuk kedalam bus meski teman-teman yang lain menunaikan shalat Maghrib di Mushalla terdekat. Nanti sajalah sekalian jama’ dengan shalat Isya di rumah, begitu kataku dalam hati. Tubuhku menggigil hebat tak sanggup lagi menerima tusukan udara dingin laut Mediterania.

11.20
Dengan mata mengantuk aku keluar dari bus. Kami sudah tiba kembali di Hay 10, akhir dari tur ini. Aku dan penduduk Tagammu’ lainnya segera menyetop el tramco ke terminal Hay 10. Sebelum tramco berjalan, mataku menangkap ada cewek IKPM yang pingsan begitu keluar dari bus. Sebelum aku tahu pasti penyebab tumbangnya gadis ini, tramco sudah berjalan. Memaksaku untuk hanya menerka-nerka saja di flat nanti.

No comments: