Thursday, March 20, 2008

Konvoi Buldozer

Jam 9 malam kurang seperempat, aku terbangun dari tidur. Kelebatan di otakku mengembalikanku dari dunia mimpi. Malam ini ada pertadingan penting yang tak boleh terlewatkan. Tanpa mencuci muka aku keluar flat, menuju toko bangunan yang biasanya mengadakan nonton bareng.

Benar saja, ketika aku sampai, pertandingan sudah dimulai. Keunggulan 1-0 berada di kubu Mesir. Namun dengan membabi-buta Kamerun membombardir pertahanan mereka. Untung saja kiper Esham Hadhary tampil cemerlang menyelamatkan gawangnya dari kebobolan.

Begitu peluit berbunyi tanda pertandingan usai, suasana berubah ramai. Bangsa Mesir memang terkenal fanatik sepakbola. Seorang ibu tua dengan dua putrinya bahkan ikut menyaksikan partai final bersama kami. Ikut histeris, ikut berteriak menyemangati Hadhary dkk.

Para pria konvoi berkeliling sambil membunyikan klakson. Yang membuat aku geli, ada yang mengendarai Buldozer zig-zag sambil membawa belasan orang di atasnya, merayakan gelar juara Mesir dengan mengibarkan bendera kebangsaan.

Harus diakui, terkadang mereka terlalu berlebihan dalam mendukung tim kesayangan. Dua tahun silam, Vodafone--penyedia jasa telekomunikasi seluler--pernah memberikan bonus sms gratis selama beberapa hari setelah Mesir yang jadi tuan rumah jadi juara Piala Afrika. Agak edan.

Abo Treka tersuruk lama dalam sujud di atas rumput. Gol semata wayangnya menorehkan gelar 6 kali yang direngkuh para Fir'aun dalam kejuaraan Piala Afrika. Sejarah besar yang akan menjadi cerita kepada anak cucu di lembah Nil.

Bukan Abo Treka saja yang berhak menyandang sebutan pahlawan. Penjaga gawang Hadhary, kapten Ahmed Hassan, Mohammad Zidan yang memberikan umpan, pelatih Hassan Shihata, hingga pemain di bangku cadangan.

Imajiku berangan nakal. Entah apa yang terjadi jika Mesir kalah di final, dan Kamerun yang bergembira. Kerusuhan, tindak anarkiskah seperti di tanah air? Yang jelas itu tidak terjadi sekarang.

No comments: