Wednesday, December 5, 2012

Masa Depan Cerah Timnas



Peluit bertiup dari mulut wasit asal Uzbekistan. Pertandingan berakhir. Dua gol yang bersarang di gawang Indonesia dalam jangka waktu di babak pertama tidak bisa dibalas sama sekali. Tuan rumah  Malaysia bersorai, sedangkan pemain dengan emblem garuda di dada tertunduk. Begitu pula jutaan rakyat Indonesia yang menonton dari siaran langsung. Kesebelasan garuda tersingkir dari Piala AFF 2012, tak bisa ditawar lagi.

Ini bukan kali pertama kita kalah dari tetangga yang sekaligus musuh bebuyutan itu. Tidak ada kekecewaan berlebih. Apalagi mengingat konflik seruwet benang kusut yang menggelayuti PSSI, timnas juga kena imbasnya.Toh dengan komposisi pemain ‘seadanya’, tim ini sempat menyiratkan secercah harapan.



Jika di sini saya berbicara krisis di federasi sepakbola kita, tentu tidak ada habisnya. Sudah tidak jelas siapa yang benar atau salah. Menurut peraturan FIFA, pemerintah tidak boleh mengintervensi asosiasi sepakbola di negaranya. Bikin heran saja. Kok bisa-bisanya FIFA mengatur-ngatur negara orang. Toh biaya PSSI kan dari negara juga. Kalau pemerintah ikut campur tangan, selesailah sudah keributan ini.

Pokoknya, hanya ada dua cara menyelamatkan sepakbola kita; (1) Ada salah satu pihak bertikai yang rela mengalah atau (2) Bubarkan saja PSSI lalu bikin pengurus baru yang bersih dari dua pihak yang sama-sama keras kepala itu. Kalau perlu biar negara kita kena sanksi FIFA sekalian, tak ada masalah. Titik.


Teman saya yang berdomisili di Malaysia bercerita bahwa mereka WNI yang sebagian besar tenaga kerja datang ke stadion Bukit Jalil dengan segala kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mereka mungkin mewakili rakyat lainnya yang hanya peduli timnas. Hanya ingin menonton timnas bermain bola, entah kalah atau menang.

Kalau ingat orang-orang bebal (elit sepakbola) itu kepala saya langsung pening. Menenggak Bodrex—obat sakit kepala yang diklaim nomor satu di Indonesia itu—masih belum mempan. Ketika pusing sudah menggelantung di ubun-ubun, saya segera mengkhayal yang indah-indah. Saya berkhayal, Indonesia punya masa depan sepakbola yang cerah. Perlahan pening berangsur bubar jalan.

Sebenarnya yang saya pikirkan tadi bukan khayal belaka. Justru merupakan hasil pemikiran paling logis. Bayangkan saja dengan tim sederhana ini, kita bisa merepotkan juara bertahan Malaysia dan mengalahkan Singapura. Kalau melihat dua pertandingan itu, timnas bermain dominan. Penyakit umpan panjang yang tidak jelas warisan masa Alfred Riddle tidak begitu parah lagi. Timnas sudah mulai memainkan tempo. Permasalahan besar yang masih tersisa adalah lini depan tumpul.

Mari membayangkan bersama saya. Pemain sekarang saja banyak yang berpotensi dan bermain bagus. Kebanyakan masih di bawah 25 tahun; Bachdim, Syamsul Arif (depan) Andik, Okto, Taufik, Rasyid, Vendry Mofu (tengah) dan Fachruddin (bek).Belum suntikan alumni pemain U23 Sea Games 2011; Patrich Wanggai, Tibo, Pahabol, Ferdinand Sinaga (depan), Egi Melgiansyah (tengah), Abdurrahman, Hasyim Kipuw, Gunawan Dwi Cahyo, Diego Michels (bek) dan Kurnia Meiga (kiper). Ditambah pemain yang sudah berpengalaman kayak Hamka Hamzah, Zulkifli Syukur, Nasuha, Ridwan, Bustomi sampai Boaz. Talenta ISL pun layak dicoba macam Supardi, Salampessy, Yohanes Njoe dan Emmanuel Wanggai. Jangan lupa, kita masih punya pemain yang berbasis di liga luar negeri; Arthur Irawan (Espanyol B), Alfin Tuassalamony, Yandi Munawwar & Syamsir Alam (CS Vise) dan para remaja yang berlaga di Uruguay.

*Sampai capek saya merinci nama-nama di atas.

Kalau semua pihak bersinergi, bukan mustahil sepakbola kita bisa mencapai level yang lebih tinggi dalam kurun waktu 5-10 tahun lagi.

Wassalam,
Ciputat, 4 Desember 2012

No comments: