Monday, May 2, 2011

Manusia Karet

Keterangan Foto: (1) Hazem Emam di Al Jazeera Sport (2) Hazem berkostum De Graafschap, persis seperti dalam poster di Bola (3) Hazem di Udinese
Sungguh tidak disangka, lelaki yang menjadi bintang tamu dan analis dalam siaran rutin sepakbola Liga Italia di Al Jazeera Sport itu adalah si Manusia Karet. Lelaki Mesir bernama asli Hazem Emam ini ternyata sudah gantung sepatu.

Saya masih ingat ketika tabloid olahraga Bola mengangkat profil Hazem Emam dalam suatu edisi akhir tahun 1999 (kalau tidak salah). Satu halaman penuh untuk membahas Hazem Emam dengan judul yang tertulis besar: ‘Manusia Karet dari Mesir’. Lengkap dengan poster satu halaman. Sekarang tabloid-tabloid itu sudah dijual kiloan oleh ibu saya ke tukang loak.Bikin penuh rumah, kata beliau. Apalagi tumpukan koran dan majalah itu jadi makanan empuk buat rayap.

Pada zaman itu saya memang sedang gandrung membaca. Dengan membaca tabloid olahraga saya seperti menemukan dunia tersendiri. Tidak karena saya jago sepakbola. Kemampuan bermain bola saya biasa-biasa saja. Tidak ada pemandu bakat dari sekolah sepakbola (SSB) yang tertarik merekrut saya. Seakan-akan saya bisa bergaul dengan para maestro kulit bundar dari berbagai penjuru dunia. Saya juga bisa mengenal kota-kota nun jauh di sana di benua Eropa.

Saking maniak-nya membaca, saya sering naik sepeda bersama teman sepermainan ke satu-satunya toko buku Gramedia di Banjarmasin saat itu. Bukan untuk membeli buku, tapi cuma “numpang” membaca komik seri Dragon Ball Z saja. He… he… he….

Rasa penasaran saya tergelitik, karena dulu setahu saya Mesir terkenal dengan Piramida, raja Fir’aun dan ratu Cleopatra. Setahu saya pula, pohon karet tidak pula tumbuh di negara padang pasir seperti Mesir. Ada apa gerangan?

Rupanya julukan ini disematkan oleh publik sepakbola Belanda untuknya. Saat itu Hazem tengah mencuat di liga sepakbola Belanda bersama klub De Graafschap. Konon, keterampilan dan gayanya menggiring bola, membuat fans memberi gelar ini.

Graafschap meminjam Hazem yang yang saat itu berusia 23 tahun dari Udinese. Di tim dari utara Italia itu, Hazem harus jadi cadangan abadi. Dia kalah bersaing dengan striker kelas dunia seperti Oliver Bierhoff dan Marcio Amoroso. Di samping itu, posisi favorit ayah dua anak ini adalah gelandang serang. Maka dengan senang hati Hazem hijrah ke Belanda.

Dua tahun di negeri kincir angin Hazem pulang kampung ke Kairo dan membela Zamalek. Padahal banyak klub top Eropa mengincar tanda tangan pria kelahiran 1975 ini. Yang paling serius adalah Ajax Amsterdam, juara Belanda. Meski sekarang sudah pensiun, namanya masih dielu-elukan para pendukung klub Zamalek dan Tim Nasional Mesir. Julukannya pun tak kalah sangar; ‘ Al Sahir’ atau ‘Penyihir’. Pernah ada supir taksi yang mengaku pada saya bahwa dia kakak ipar Hazem Emam. Dari gaya bicaranya yang serius, hampir saya percaya.  Akhirnya dia sendiri mengaku bahwa itu hanya gurauan.

Sekarang hampir setiap minggu Hazem muncul di layar kaca. Ketika artikel ini saya tulis, Hazem sedang muncul di Al Jazeera Sport mendampingi legenda hidup Italia Roberto Altobelli. Mereka menjadi analis dan komentator untuk laga Bari vs AS Roma. Ah! Gol injury time Aleandro Rosi secara dramatis membuat Roma menang 3-2 atas tuan rumah.

Saqr Qurays, 1 Mei 2011
Tulisan serupa juga terdapat di http://www.kompasiana.com/myulian

No comments: