Friday, January 21, 2011

Menyeru Jakarta

Tulisan ini terlambat diposting hampir dua tiga minggu dari waktu penulisan. Sebenarnya saya sudah menulisnya malam final leg kedua.
Pasca kekalahan 0-3 final pertama saya sudah punya firasat; Indonesia gagal juara. Bagaimana tidak, Merah Putih harus menang dengan selisih empat gol. Tahu sendirilah, Malaysia diramal akan bermain bertahan, mengamankan keunggulan agregat. Terlebih lagi, para pemain Malaysia bermain baik, lebih disiplin dari duet Hamka dan Maman yang sering salah sendiri.

Terlepas dari insiden ‘laser’ di Kuala Lumpur, Indonesia memang bermain buruk. Jikalau tidak ada kejadian yang memaksa wasit menghentikan laga tersebut, saya yakin kita tetap kalah. Mental timnas mendadak jatuh setelah blunder fatal Maman yang berujung gol.

Hikayat Dua Beranak


Sepulang dari kampus aku dan kawan-kawan mampir ke pasar rakyat Attaba dulu. Hitung-hitung refreshing setelah ujian tadi. Maka singkat cerita, berbaurlah kami dengan lautan manusia yang hiruk-pikuk. Aku sendiri sempat terpisah dari teman yang lain di pusat buku bekas Azbakiya.

Lewat tengah hari, kami pulang dengan belanjaan masing-masing. Aku mendapatkan panduan wisata berbahasa Inggris dengan harga miring. Padahal di toko, buku keluaran terbaru itu bisa seharga ratusan pound. Ipeng memborong buku-buku filsafat kegemaran. Sedang Harun memuaskan dahaga fashionnya dengan kaos-kaos obralan. Meski paling tua di antara kami, lelaki ini tak pernah ketinggalan gaya.

Enaknya, nanti sampai ke flat langsung bergumul di kasur sambil selimutan. Hawa musim dingin yang sejuk pasti membuat tidur makin nikmat.

Rupanya bus tujuan Nasr City hampir penuh. Tinggal dua bangku kosong di belakang. Kami bertiga berebut bak anak kecil dibagi permen. Saling sikut, saling jegal. Apes, aku terlambat dan terpaksa berdiri. Mereka berdua yang beruntung siang ini.

Entah berdoa apa si Harun malam tadi, keberuntungannya dua kali lipat. Di sampingnya duduk gadis berjilbab hitam, modis seperti lazimnya remaja Mesir. Kalau soal kecantikan, jangan ditanya lagi. Memenuhi sembilan puluh persen standar kecantikan menurut orang Indonesia; kulit putih, hidung mancung, mata bundar, tubuh langsing semampai. Untuk kesekian kalinya aku memafhumi, negeri ini adalah surga bidadari dunia!