Rebiya Kadeer direncanakan hadir dalam Festival Film Melbourne di Australia, awal Agustus ini. Kedatangan tokoh etnis Uighur ini dalam rangka pemutaran film dokumenter "The 10 Conditions of Love" besutan sutradara Australia, Jeff Daniels yang mengangkat kisahnya. Kedatangan wanita kelahiran Xinjaing, 21 Januari 1947 ini sempat menyulut reaksi keras dari pemerintah Cina. Empat sineas Cina yang mengikuti acara ini juga menarik film yang mereka ikutsertakan sebagai wujud protes terhadap film Rebiya.
Sebelum bertolak ke Negeri Kanguru, Kadeer melakukan kunjungan ke Jepang (29/06) dalam rangka memperjuangkan nasib etnis Uighur dan kemerdekaan bagi etnis minoritas Muslim di negara Cina. Ia berharap agar semua orang tahu bahwa ada banyak etnis Uighur tewas dan tertangkap.
Kadeer adalah seorang pebisnis perempuan ternama dari kalangan etnis Uighur. Ia juga seorang aktivis kemerdekaan Uighur serta menjabat sebagai Presiden World Uyghur Congress sejak November 2006.
Tahun 1976 ia membuka bisnis laundry dan menikah untuk kedua kalinya dengan Sidik Rouzi, seorang asisten profesor dan pindah ke Urumqi, ibukota provinsi Xinjiang. Ia kemudian mengembangkan bisnisnya dan menjadi salah satu dari tujuh orang terkaya di Cina. Perusahannya beroperasi di Cina, Rusia, dan Kazakhstan. Ia memiliki sejumlah proyek kemanusiaan di antaranya 1.000 Families Mothers Project yang membantu perempuan etnis Uighur memulai bisnis sendiri.
Wanita yang dua kali masuk nominasi peraih Nobel ini sempat mendekam di penjara Cina (1999-2005) sebelum diasingkan ke Amerika Serikat.
Nama Kadeer kembali mencuat akhir-akhir ini seiring terjadinya Kerusuhan Urumqi, Juli 2009. Tragedi ini pecah pada tanggal 5 Juli 2009, di Urumqi antara etnis muslim Uighur dan Han. Korban meninggal mencapai angka 200 jiwa.
Sumber: Al Jazeera & Tribun Timur
No comments:
Post a Comment