"Priiit!"
Sempritan peluit dari sepasang pramuka menyambut saya begitu turun dari Taksi di terminal 1C Bandara Soekarno Hatta. Bukan cuma saya, tapi empat orang turun sekaligus. Kebetulan pagi tadi kami sama-sama perantau yang menunggu Damri—Kependekan Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia, BUMN yang mengurusi angkutan umum. Saya heran kenapa tidak digunakan ejaan yang sudah disempurnakan saja: Jawatan Angkutan Motor Republik Indonesia alias JAMRI—dari dari terminal Lebak Bulus. Ditunggu lebih dari satu jam, bus tersebut tak kunjung datang. Padahal jam keberangkatan pukul 12 siang nanti. Karena sudah jam 9, entah siapa yang memulai, kami akhirnya bersepakat untuk urunan naik taksi, daripada terlambat dan tiket kami ‘hangus’. Malah kalau dihitung-hitung, biaya patungan hampir sama dengan ongkos tiket Damri.
Sepertinya para pramuka ini sengaja diturunkan untuk membantu mengatur kendaraan bermotor dan penumpang yang membludak di airport. Bayangkan saja, saat H-1 jumlah pemudik sudah mencapai angka 1 juta orang! Tugas utama mereka adalah membantu mobil berhenti dengan rapi di beranda untuk menurunkan penumpang. Mirip-mirip Polantas. Selain itu mereka juga melindungi para pejalan kaki yang menyeberang. Meski sudah tersedia zebra cross, masih cukup riskan jika mengingat banyaknya arus manusia dan kendaraan yang bersliweran menyambut mudik akbar ini. Oleh karena itu mereka diturunkan di setiap terminal keberangkatan dan kedatangan. Bisa jadi, pemerintah Provinsi Banten di mana bandara Soekarno Hatta berada ingin menghemat anggaran dengan para remaja ini. Daripada membayar polisi, misalnya, untuk satuan pengamanan tentu butuh biaya lebih besar.
Para pramuka tersebut berupa remaja, sekitar berusia 15-17 tahun. Rata-rata berbadan tegap, kulit agak gelap, berbintik kecil jerawat di wajahnya yang berminyak dan sudah jelas tidak seganteng personel Coboy Junior.
Walau demikian, tak ada ragu sedikitpun di wajah mereka saat memberhentikan taksi yang ngelonyor saat ada seorang ibu dengan troli berisi koper dan tas hendak menyeberang. Saya yakin, mereka sudah mengikuti Satuan Karya (Saka) Bhayangkara di Polsek setempat dan menguasai teknik mengatur lalu lintas serta keamanan & ketertiban masyarakat alias Kamtibmas. Saka adalah wadah penyaluran minat, bakat dan pengalaman pramuka dalam berbagai bidang. Selain Bhayangkara ada Saka Dirgantara, Bahari (kelautan), Pustaka, Bakti Husada (kesehatan) hingga Telematika.
Sebagai gerakan pendidikan kepanduan, Pramuka bertujuan membentuk watak anggotanya berbudi luhur, mandiri, berani, kreatif, selalu berkarya dan suka menolong sesama. Kegiatannya pun dilakukan di di alam terbuka agar non-formal, sehat dan menyenangkan. Seorang adik kelas saya di pesantren dulu, sembari kuliah dia membina Pramuka di salah satu SMP di Banyuwangi. Saya lihat di akun Facebook miliknya, anak-anak binaannya tampak gembira. Lebih hebat lagi, Gugus Depan binaan tersebut sampai berbicara banyak di tingkat kabupaten. Saya tidak menyangka, padahal dulu dia sepertinya pendiam. Pramuka telah terbukti membuat orang pendiam jadi luar biasa!
Meski bersetifikat Kursus Mahir Tingkat Dasar dan pernah jadi pembina Gugus Depan, sebenarnya saya tidak seterampil pramuka-pramuka di Airport tadi. Kalau sekedar mengikat tali temali, merangkai pioneering sederhana atau mendirikan kemah mungkin saya masih bisa, tentu dengan mengais sisa-sisa memori masa lalu. Sandi-sandi dasar (semaphore atau morse) malah saya tidak hapal. Tetap saja yang membuat saya bersemangat ikut Pramuka adalah berkemah dan cross country membelah hutan, perbukitan dan pedesaan di Ponorogo dan Kediri. Petualangan yang sebenarnya!
Dewasa ini, bagi remaja perkotaan yang terlalu sibuk dengan gadget dan smarphone¸ Pramuka bisa menjadi ekstrakurikuler bernuansa lain yang menyenangkan. Namun kadang Pramuka di sekolah-sekolah hanya sekedar formalitas. Walhasil minat Walau sebenarnya Pramuka tidak melulu tentang petualangan di alam terbuka. Komputer dan teknologi pun bisa dikuasai seorang pandu, sesuai minat dan bakat masing-masing.
Bergegas saya menuju konter maskapai Citilink buat menukar kode booking menjadi tiket. O, saya salah lihat jadwal ternyata. Rupanya keberangkatan pesawat yang saya tumpangi bukan jam 12 tetapi pukul 14 alias jam 2 siang! 4 jam lagi dan itu sangatlah lama. Maka, sesuai ajaran Pramuka yang bisa hidup di mana saja, saya pun tertidur di bangku sambil memeluk si ransel abu-abu.
Foto masa jaya semasa membina Pramuka. Saya berdiri nomor 3 dari kiri :) |
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir batin. Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Selamat Dirgahayu Gerakan Pramuka Indonesia ke 52, 14 Agustus 2013.
No comments:
Post a Comment