"Berapa juz yang kamu hafal?" Tanya dosen kepada mahasiswa asal Turki di sebelahku.
"14"
Gila! Orang ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Hampir setengah isi Al Qur'an sudah terekam di memori kepalanya. Dua juz yang dijadikan syarat ujian tingkat pertama barang tentu sudah ada di luar kepala. Apalagi hafalanku belum lancar. Ketika melakukan tes bersama Syamsul, teman sedaerahku yang hafal 30 juz, benar-benar terasa hafalanku masih simpang-siur tidak jelas sambungan dan pasangan tiap ayat. Memikirkan ujian, sampai-sampai aku tidak bisa tidur tadi malam. Insomnia dadakan. Baru jam setengah dua mataku bisa terkatup. Padahal dari jam 12 malam, aku sudah berbaring di atas kasur. Tapi masih saja bayang-bayang ujian hari ini menggelayut di pelupuk mata. Komplit sudah horor ujian lisan ketika sekarang aku sudah berhadapan dengan orang ini. Debar jantungku makin berkecamuk.
"Bukan... tapi 14 halaman saja," ujarnya tersipu malu.
Untunglah, aku masih bisa bersaing.
Benar saja, semua soal Al Qur'an yang diberikan padanya tidak bisa dijawab dengan baik. Akhirnya pertanyaan yang dilemparkan kepadaku tersebut, bisa kujawab dengan baik. Bukan berarti aku tertawa di atas "penderitaan" rekan Turki ini. Tapi lebih kepada wujud syukur atas kemudahan yang aku dapatkan dalam ujian lisan. Semoga saja dia dilancarkan dalam ujian selanjutnya (ujian tulis akan dimulai tanggal 18 nanti). Bukan hanya dia, tapi semua mahasiswa. Termasuk aku.
Untunglah, aku masih bisa bersaing.
Benar saja, semua soal Al Qur'an yang diberikan padanya tidak bisa dijawab dengan baik. Akhirnya pertanyaan yang dilemparkan kepadaku tersebut, bisa kujawab dengan baik. Bukan berarti aku tertawa di atas "penderitaan" rekan Turki ini. Tapi lebih kepada wujud syukur atas kemudahan yang aku dapatkan dalam ujian lisan. Semoga saja dia dilancarkan dalam ujian selanjutnya (ujian tulis akan dimulai tanggal 18 nanti). Bukan hanya dia, tapi semua mahasiswa. Termasuk aku.
No comments:
Post a Comment